Bertemu jodoh bisa terjadi dimana saja, baik dalam perjalanan pulang, pertemuan antar teman hingga bertemu jodoh di kantor. Tidak sedikit karyawan mengalami cinta lokasi dan akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan dengan teman sekantor. Akan tetapi ketika dihadapkan untuk hubungan pernikahan, seringkali terjadi dilema. Bagaimana menurut Anda kalau menikah satu kantor?
“Apakah bisa menikah dengan rekan kerja di kantor? Apakah salah satu dari kami harus resign?”
Pada awalnya terdapat aturan bahwa menikah kantor kantor tidak akan menguntungkan karyawan, bahkan terdapat peraturan yang mengatur penikahan dengan rekan kantor. Peraturan tersebut tercantum dalam pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan:
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkwainan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB)
Dari peraturan tersebut maka ada beberapa perusahaan yang menerapkannya di kantor dan ada pula yang tidak mengaturnya dalam perjanjian kerja sama. Sehingga pasangan yang berada di satu kantor biasanya akan diminta untuk mengajukan pengunduran diri atau melakukan PHK/
Apakah aturan tersebut sekarang masih berlaku? Beruntungnya sudah tidak lagi. Melalui Putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017 yang ditandatangani oleh tujuh hakim konstitusi pada 14 Desember 2017, MK menghapus frasa yang berbunyi, “…kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”
Sehingga perusahaan tidak dapat melarang adanya ikatan pernikahan disatu kantor dengan melakukan PHK atau meminta karyawan yang bersangkutan mengajukan resign dengan alasan menjalani hubungan ataupun pernikahan di kantor.
Peraturan ini berlaku berkat adanya gugatan dari 8 orang pegawai yang diberhentikan karena menikah dengan teman sekantor, sehingga Mahkamah Konstitusi menilai peraturan menikah satu kantor pada UU Ketenagakerjaan tidaklah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Selain itu aturan larangan menikah satu kantor juga melanggar Undang-Undang Hak Asasi Manusia Pasal 10 Ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Atas berbagai pertimbangan tersebut, Lewat Putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017 yang ditandatangani oleh tujuh hakim konstitusi pada 14 Desember 2017, MK menghapus frasa yang berbunyi, “…kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”
Tanggapan Beberapa Perusahaan Mengenai Menikah Satu Kantor
Dari pencabutan larangan menikah satu kantor, beberapa perusahaan memberikan reaksi yang berbeda-beda. Ada perusahaan yang memperbolehkan pernikahan antarpekerja, selama keduanya bekerja di unit kerja yang berbeda, dan ada juga perusahaan lainnya yang tidak menerapkan peraturan ini.
Perlu di ingat bahwa tidak semua perusahaan memberlakukan aturan yang sama dengan memperbolehkan pernikahan satu kantor, tetapi dengan diizinkannya ataupun tidak, hal ini tidak boleh mempengaruhi profesionalitas kerja.
Bagi perusahaan yang menganggap profesionalitas akan berkurang apabila suami istri bekerja dalam satu perusahaan, maka perusahaan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Pemindahtugasan
Bagi perusahaan yang mengizinkan karyawannya untuk saling menikah, kebanyakan akan meminta karyawan tersebut untuk berada di divisi yang berbeda. Namun apabila keduanya berada pada divisi yang sama, maka perusahaan bisa memindahtugaskan salah satu karyawan ke divisi yang lain atau bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang, bisa melakukan pemindahan cabang untuk mengurangi frekuensi tatap muka karyawan yang menikah satu kantor.
- Hubungan dengan Karyawan Lain
Pernikahan teman sekantor biasanya akan mengubah suasana kantor dan akan memungkinkan adanya rasa canggung antar karyawan. Tidak hanya itu, pekerjaan juga bisa terhambat karena adanya perasaan canggung tersebut. Untuk itu pemindahan karyawan ke divisi lain adalah langkah yang tepat untuk menanggulangi permasalahan ini.
- Perubahan Status Karyawan
Setelah karyawan menikah tentunya status karyawan baik dalam dokumen negara dan perusahaan perlu di-update. Hal ini diperlukan karena akan menyangkut pada tunjangan karyawan serta pajak karyawan yang bersangkutan. Untuk melakukan update data karyawan, tentunya perlu dilakukan dengan cepat dan efektif.
Untuk mengatasi hal ini, perusahaan membutuhkan aplikasi yang dapat mengelola data karyawan dengan cepat dan efektif seperti Appsensi. Dengan Appsensi, HRD tidak perlu lagi kesulitan untuk mencari data karyawan karena semua data tersebut tersimpan dengan aman di cloud dan kemanan data yang berlapis.
Tertarik untuk menggunakan layanan dari Appsensi? Anda dapat menghubungi kami di sini. Jika masih ragu, Anda juga bisa mencoba aplikasi mobile attendance Appsensi secara gratis selama 30 hari.
Anda juga bisa mencoba aplikasi mobile attendance Appsensi secara gratis selama 30 hari.
Tulis Komentar